pugok wakif

Kisah pugok Wakif bin puyang Kenaraf ini, ini merupakan hasil inspirasi dari hasil olah imajiner penulis sendiri. Suatu perpaduan antara pengalaman pribadi penulis dan penuturan kata dari umak kami Nafisyah binti pugok Wakif, meng hasilkan tulisan yang sedang sanak saudara baca ini. Jadi, apabila ada versi lainnya dari sanak keluarga cerita tentang sosok pugok Wakif, silahkan tulis pesan ke email kami amrul.ibrahim@gmail.com.
Desa Kurungan Jiwa - marga Lubai suku 1, keresidenan Palembang - Hindia Belanda, merupakan sebuah desa kecil nan asri. Dahulu kala, ada sebuah keluarga kecil terdiri dari seorang ayah, ibu, dan 7 orang anak. Sepasang suami isteri itu betapa bahagianya, mereka memilik anak-anak terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 3 orang anak laki-laki. Sebagai ayah pugok Wakif bin puyang Kenaraf penuh perhatian kepada putra-putrinya dan nenek Mastinah binti puyang Refudin sebagai seorang ibu penuh kasih saya mengasuh anak-anaknya. Diantara 4 orang anak perempuan tersbut, anak perempuan yang bernama Nafisyah adalah umak penulis.
Kisah Kehidupan
Keluarga kecil ini bukanlah keluarga kaya, namun juga tidak amatlah miskin. Pugok Wakif, banyak memiliki tanah lahan pertanian. Hampir seluruh tanah di bukit Jehing desa Kurung Jiwa adalah miliknya. Selain tanah tersebut terdapat juga tanah di daerah Air Gambir, daerah Tapus, daerah Katung, daerah Kayu Ara, daerah Kabuan. Pugok Wakif adalah sosok seorang pekerja keras, seorang petani Karet yang rajin. Setiap hari dari pagi hari pergi ke ladang dan kebun Karet, pulang jika hari malam. Begitulah gambaran sosok pugok kita, semoga dapat meneledani semangat kerja.
Pugok dalam Bahasa Lubai artinya Kakek, jadi pugok Wakif maksudnya kakek Wakif. Semoga anak keturunan beliau yang membaca tulisan ini, dapat memahaminya bahwa beliau adalah seorang kakek kita. Adapun makna nama pugok Wakif adalah berasal dari kata wakaf ataupun waqof artinya menahan atau berhenti. Jadi mungkin maksud puyang Kenaraf memberikan nama ini kepada pugok kita, maksudnya adalah agar pugok Wakif merupakan anak yang terakhir. Pada kenyataannya setelah pugok Wakif lahir, memang tidak ada lagi anak yang lahir dari puyang Kenaraf.
Penulis bersyukur kehadirat Allah Ta'la atas kearifan lokal di desa Kurungan Jiwa, marga Lubai suku 1, keresidenan Palembang - Hindia Belanda yang melestarikan tradisi dalam dimensi kelisanan, budaya tutur. Bertutur, menuturkan, dan dituturkan oleh sang penutur. Sejak usia kanak-kanak sampai dengan usia dewasa, penulis selalu mendengar kisah pugok Wakif yang dituturkan oleh umak Nafisyah binti pugok Wakif. Diantara penuturan itu adalah Kakek Wakif terlahir dari seorang ayah bernama Kenaraf dan ibu Gerinam (maaf kalau salah - siapa nama isteri puyang Kenaraf).
Pugok Wakif lahir di desa Kurungan Jiwa, marga Lubai suku 1, keresidenan Palembang - Hindia Belanda. Diperkirakan beliau lahir pada tahun 1886 dan meninggal dunia diperkirakan pada tahun 1948.
Pugok Wakif bin puyang Kenaraf menikah dengan tiga orang wanita yaitu :
- Nenek Sauni binti puyang Redaim dari desa Kurungan Jiwa. Nenek Sauni meninggal dunia dalam usia sangat muda, diperkirakan usia beliau dibawah 25 tahun. Beliau adalah isteri pertama dari pugok Wakif. Diantara sanak saudara nenek Sauni adalah wak Daini berserta anak keturunannya. Semasa ibunda kami Nafisyah binti pugok Wakif masih hidup, saya sering mendengar dari beliau bahwa wak Daini merupakan sanak saudara kita.
- Nenek Setiyah binti puyang Ali Behusin bin puyang Deragap bin puyang Sinar 'gugok kurung lembak.' Nenek Setiyah meninggal dunia dalam usia sangat muda juga, diperkirakan usia beliau dibawah 27 tahun. Diantara sanak saudara nenek Setiyah adalah Alikian yang mempunyai anak kakak Toyib dan Hajjah Fatmon berserta anak keturunannya yang ada saat ini.
- Nenek Mastinah binti puyang Refudin dari desa Gunung Raja. Diantara sanak saudara nenek Mastinah adalah didekat rumah mamang Teguh di desa Gunung Raja dan di desa Aur. Dari pernikahan pugok Wakif dengan nenek Mastinah lahirlah ibunda kami Nafisyah binti pugok Wakif, dengan saudara-saudara ibunda kami yang lainnya.
Ada sebuah kisah sedih pugok Wakif, penulis menyebutnya dengan pugok Din. Dikisahkan bahwa pada waktu saudara-saudara pugok Wakif bin puyang Kenaraf menunaikan ibadah haji, beliau diberi tugas untuk menjaga harta benda mereka bersaudara di Desa Kurungan Jiwa - marga Lubai suku 1, keresidenan Palembang - Hindia Belanda. Adapun pugok Wakif dijanjikan akan berangkat naik haji tahun berikutnya. Maka berangkatlah saudara - saudara beliau yaitu : pugok Haji Abdur Rahim bin puyang Kenaraf, pugok Haji Abdul Wahab bin puyang Kenaraf dan nenek Hajjah Siti Aisyah binti puyang Kenaraf.
Namun laksana kata pribahasa "manusia mempunyai rencana, namun Allah Ta'ala yang menentukan" nasib pugok Wakif sayang seribu kali sayang sampai dengan pugok Wakif meninggal dunia, beliau tidak sempat menunai rukun Islam yang kelima ini. Kisah ini diceritakan oleh ibunda kami Nafisyah binti pugok Wakif. Sehingga kisah ini penulis katagorikan dengan kisah sedih, khususnya bagi penulis sebagai anak keturunan beliau. Bukti sejarah yang tertulis tidak ada, namun anak keturunan harus memahami ini dikarenakan zaman dulu kondisinya tidak memungkinkan ada suatu dokumen keluarga yang dapat dijadikan arsip bersama. Dan harapan penulis, semoga tulisan ini dapat dijadikan salah satu bukti sejarah tentang kisah hidup beliau.
Akhir Hayat
Pugok Wakif meninggal dunia di desa Kurungan Jiwa, marga Lubai suku 1, kabupaten Muara Enim - provinsi Sumatera Selatan. Makam beliau terletak di Tempat Pemakaman Umum : desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim - provinsi Sumatera Selatan. Do'a untuk beliau : Allahummaj'al wa ausil misla sawabi ma quro'tuhu ila ruhi jaddi Wakif ibni Kenaraf. Allahumma firlahu wahamhu, wa'afihi wafu'anhu, wa akrim nuzu lahu, wa wasi' madholahu, wa taqobbal hasanatuhu, wakafir sayi'atuhu. Birohmatika Ya Arhamar Rohimin.
Kisah Nenek Mastinah
Nenek Mastinah adalah sosok seorang nenek yang penyayang kepada anak cucunya. Diantara buah kasih sayang beliau, dapat dilihat tautan kasih sayang antara anak cucu beliau yang ada sekarang ini. Nenek Mastinah binti puyang Refudin berasal dari desa Gunung Raja, marga Lubai suku 1, keresidenan Palembang - Hindia Belanda. Pada tahun 2010, penulis pernah menuluri sanak saudara di desa Gunung Raja, namun hanya menemukan satu rumah yang terletak tidak jauh dari rumah mamang Muhammad Teguh di desa Gunung Raja. Pemilik rumah tersebut bernama Zirhan, merupakan cucu dari adik nenek Mastinah. Setelah mengobrol dengan kanda Zirhan dirumah tersebut, penulis sebenarnya ingin menggali lebih dalam asal usul nenek Mastinah binti puyang Refudin. Seperti misalnya nenek Mastinah ada berapa saudara dan dimanaa letak makam puyang Refudin. Namun sangat disayangkan obrolan kami, tidak dapat menggalikan akar sejarah persaudaraan yang dapat dijadikan sumber penulisan pada silsilah ini.
Kisah Kehidupan
Nenek Mastinah binti puyang Refudin menikah dengan pugok Wakif bin puyang Kenaraf. Berdasarkan penuturan kata dari umak kami Nafisyah binti pugok Wakif, bahwa nenek Mastinah adalah seorang gadis yang dilamar oleh pugok Wakif seorang duda. Ada cerita unik dibalik keberhasilan pugok Wakif dapat mempersunting nenek Mastinah yaitu dengan cara kecerdikan dari pugok Wakif ber-propaganda. Dikisahkan pada suatu malam, banyak bujang yang berkunjung kerumah nenek Mastinah. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh pugok Wakif untuk berpropaganda, kepada bujang-bujang itu. Maksudnya agar para bujang yang berkunjung kerumah nenek Mastinah, mengetahui bahwa antara nenek Mastinah dengan pugok Wakif "ada hubungan yang istimewa"
Propaganda pugok Wakif sebagai berikut " deng tulong ambek-kan kepiah kakang, ade didalam kamar adeng " begitulah kurang lebih kalimat propaganda pugok Wakif. Mendengar kata-kata dari pugok Wakif tersebut para bujang yang ada dirumah nenek Mastinah, akhirnya menyadari bahwa nenek Mastinah sudah ada yang punya.
Penulis sangat terkesan dengan propaganda pugok Wakif, dengan hanya menggunakan sebuah ungkapan tersebut beliau dapat mengalahkan keinginan para bujang tersebut. Padahal pugok Wakif hanya seorang duda yang beda desa dengan nenek Mastinah, namun berhasil menaklukan hati seorang gadis dan sekaligus dapat mengalahkan keingian para jejaka tersebut yang ingin menjalin hubungan kasih dengan nenek Mastinah.
Semoga kisah ini dapat dijadikan motivasi oleh anak keturunan beliau, bahwa hidup itu tidak cukup pintar saja, namun harus pandai berdiplomasi, harus pandai mempergunakan komunikasi yang tepat pada waktu yang tepat.
Sampai silsilah keluarga ini ditulis, bukti sejarah secara tertulis tentang beliau seperti Kartu Tanda Penduduk, ataupun dokumen-dokumen lainnya belum diketemukan. Namun anak keturunan harus memahami ini dikarenakan zaman dulu kondisinya tidak memungkinkan ada suatu dokumen keluarga yang dapat dijadikan arsip bersama. Dan harapan saya, semoga tulisan ini dapat dijadikan salah satu bukti sejarah tentang kisah hidup beliau.
Akhir Hayat
Pada tahun 1963, saat itu penulis masih berusia 4 (empat) tahun, nenek Mastinah bin puyang Refuddin menghembuskan nafas terakhir dirumah milik keluarga, di desa Kurungan Jiwa, kecamatan Prabumulih, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. Sanak keluarga dan handai taulan banyak yang bertakziah, umak kami Nafisyah binti pugok Wakif bersaudra berkumpul dirumah duka.
Walaupun usia penulis saat itu masih belia, namun Allah Ta'ala memberikan suatu anugerah kepada penulis daya ingat yang kuat untuk menggambarkan prosesi pemakaman nenek Mastinah binti puyang Refudin. Penulis sampai saat ini, masih dapat menggambarkan dengan jelas proses pemakaman itu. Hari itu merupakan hari berkabung bagi keluarga anak keturunan pugok Wakif bin puyang Kenaraf dan nenek Mastinah binti Refudin.
Prosesi pemakaman jenazah nenek Mastinah binti Refudin diawali dengan pemandian, pengkafanan dan disholatkan. Dilanjutkan dengan keranda jenazah ditandu dari rumah duka, menuju Tempat Pemakaman Umum desa Kurungan Jiwa. Dengan suasana duka meliputi anak-anak beliau, cucu-cucu beliau, alampun seakan turut berduka, gerimis mengguyur areal Tempat Pemakaman Umum desa Kurungan Jiwa. Tepat pukul 11.30 WIB, selesai sudah acara pemakaman. Makam nenek Mastinah binti puyang Refudin, terletak disamping makam kakek Wakif bin Kenaraf, berdampingan makam nenek Sauni binti puyang Redaim dan nenek Setiyah bin puyang Ali Behusin.
Dikarenakan usia penulis masih sangat belia, belum tahu apa sesungguhnya yang terjadi. Maka penulis saat itu bertanya kepada umak Nafisyah binti pugok Wakif, "umak, mengapa nenek ditinggalkan sendirian? Kasihan nenek, ya Mak. nenek kehujanan...!." Saat itu umak kami Nafisyah binti pugok Wakif menjelaskan kepada penulis bahwa nenek telah meninggal dunia, sambil berderai air mata beliau menjelaskan.
Doa untuk nenek Mastinah
Allahummaj'al wa ausil misla sawabi ma quro'tuhu ila ruhi jiddah Mastinah ibni Refuddin. Allahumma firlaha, wahamha, wa'afihi wafu'anha, wa akrim nuzu laha, wa wasi' madholahu, wa taqobbal hasanatuha, wakafir sayi'atuha. Birohmatika Ya Arhamar Rohimin.
Anak Keturunan
Dari pernikahan antara pugok Wakif bin puyang Kenaraf dengan Nenek Mastinah binti puyang Refudin melahirkan anak keturunan yaitu :
- Wak Daihah binti pugok Wakif
- Wak Syahidah binti pugok Wakif
- Umak Nafisyah binti pugok Wakif
- Mamang Haris bin pugok Wakif
- Mamang M. Daud bin pugok Wakif
- Mamang Sukardin bin pugok Wakif
- Bibi Hildayah binti pugok Wakif

Penulis : Amarullah putra Nafisyah binti Wakif.
Komentar
Posting Komentar